Ancaman Menunda-nunda Haji Dengan Sengaja Padahal Mampu

Ancaman Menunda-nunda Haji Dengan Sengaja Padahal Mampu

Menunda-nunda Haji – Salah satu dari syarat haji adalah mampu (istitha’ah), tidak semua orang bisa masuk dalam kategori mampu untuk berhaji. Syarat inilah yang menjadi pembeda dari ibadah lainya, kemampuan secara fisik maupun kemampuan secara finansial. Allah SWT telah berfirman dalam Al-Quran surat Ali Imran ayat 97: 

  وَلِلهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا  

“Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang mampu mengadakan perjalanan ke Baitullah,” (QS Ali Imran 97).

Dalam memahami mampu dalam ayat diatas, para ulama’ membagi menjadi dua bagian, Pertama mampu mengerjakan haji dengan dirinya sendiri, Kedua mampu mengerjakan haji digantikan orang lain.

Namun tak semua muslim mampu dalam menunaikan ibadah haji, ada yang mempunyai waktu tapi tidak punya kesehatan. Ada yang punya waktu dan kesehatan tapi tidak punya biaya. 

Baca juga: Bedanya Haji Plus dan Haji furoda

Namun bagaimana jika seseorang telah memenuhi persyaratan mampu tapi tidak melakukan haji? 

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ الله , عَزَّ وَجَلَّ , يَقُولُ : إِنَّ عَبْدًا أَصْحَحْتُ لَهُ جِسْمَهُ ، وَأَوْسَعْتُ عَلَيْهِ فِي الْمَعِيشَةِ تَمْضِي عَلَيْهِ خَمْسَةُ أَعْوَامٍ لاَ يَفِدُ إِلَيَّ لَمَحْرُومٌ.

“Sesungguhnya Allah Azaa wa jalla berfirman, “Sesungguhnya seorang hamba telah Aku sehatkan badannya, Aku luaskan rezekinya, tetapi berlalu dari lima tahun dan dia tidak menghandiri undangan-Ku (naik haji, karena yang berhaji disebut tamu Allah, pent), maka sungguh dia orang yang benar-benar terhalangi (dari kebaikan)” (HR. Ibnu Hibban dan dishahihkan oleh Al Albani)

Hadits di atas sudah jelas mengenai seorang muslim yang sudah termasuk dalam kata mampu (istitha’ah) namun dirinya tidak menunaikan haji dengan sengaja, maka mereka sungguh orang yang terhalangi dari kebaikan. 

Lalu Umar bin Khattab radhiallahu ‘anhu juga berkata,

ولهذا ثبت عن عمر بن الخطاب أنه قال: ((لقد هممت أن أبعث رجالاً إلى هذه الأمصار فينظروا كل من له جدة ولم يحج، فيضربوا عليهم الجزية، ما هم بمسلمين، ما هم بمسلمين

“sesungguhnya saya berkeinginan bisa mengutus sekelompok orang ke daerah-daerah. Mereka mencari orang yang punya kemampuan tetapi tidak pergi haji, menjatuhkan jizyah (upeti) kepada mereka. Mereka (Yang semacam ini) bukanlah muslim, mereka bukanlah muslim.”

Dalam riwayat diatas Umar bin Khattab radhiallahu ‘anhu menyebutkan bahwa seorang muslim yang telah mampu untuk haji namun dia tidak pergi, maka dia akan dijatuhkan sebuah upeti.

Baca juga: 3 Amalan yang Pahalanya Setara Dengan Haji, Sholat Berjamaah Salah Satunya

Dengan menunda-nunda haji, seseorang melewatkan peluang beribadah dan pengabdian yang sangat besar. Haji adalah salah satu bentuk pengabdian kepada Allah SWT yang dijalankan dengan melakukan serangkaian ritual manasik haji di Tanah Suci. 

Jika ada seorang muslim menunda-nunda haji secara sengaja padahal dirinya tarmasuk kategori mampu, seseorang tidak hanya mengabaikan kewajiban agama, tetapi juga menunjukkan ketidakpatuhan terhadap perintah Allah SWT.

Sumber: https://muslim.or.id/22592-ancaman-jika-sengaja-menunda-ibadah-haji-padahal-mampu.html

Syarat Badal Haji Untuk Orang Yang Sudah Meninggal

Syarat Badal Haji Untuk Orang Yang Sudah Meninggal

Syarat Badal Haji Untuk Orang Yang Sudah Meninggal – Badal haji adalah ketika seseorang mengerjakan ibadah haji atas nama orang lain yang telah meninggal dunia ataupun uzur. Biasanya badal haji sering kali dilakukan oleh keluarga atau kerabat dekat yang ingin mendoakan orang yang telah meninggal dengan mengerjakan ibadah haji sebagai pengganti.

Badal haji umumnya dilakukan ketika seseorang tidak dapat mengerjakan haji secara langsung karena alasan keterbatasan fisik, kesehatan, atau keterbatasan lainnya. Sehingga orang tersebut meminta orang lain yang sehat dan mampu untuk mewakilinya dalam mengerjakan haji.

Pada dasarnya badal haji merupakan bentuk bakti seseorang kepada orang yang telah meninggal (entah orang tua ataupun keluarga) sebagai amal jariyah untuk orang yang telah meninggal. Meskipun badal haji umumnya dilakukan atas nama orang yang telah meninggal, ada juga beberapa pendapat yang memperbolehkan badal haji atas nama orang yang masih hidup, seperti orang yang sedang sakit atau tidak mampu secara fisik untuk mengerjakan haji.

Baca juga: Apa Boleh, Orang Belum Pergi Haji Tapi Membadalkan Orang Lain ?

Ibadah haji secara langsung masih dianggap lebih utama dari pada melakukan badal haji. Oleh karena itu, jika seseorang memiliki kemampuan untuk melaksanakan haji sendiri, disarankan untuk melakukannya secara langsung.

Syarat-Syarat Badal haji

Untuk melakukan badal haji ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, berikut syarat-syarat yang wajib dipenuhi jika ingin melaksanakan badal haji:

Fisik yang tidak memungkinkan

Menunaikan ibadah haji memerlukan kekuatan fisik yang cukup ekstra, seperti melakukan tawaf, sa’i dan lainya. Syarat pertama yang harus terpenuhi untuk melakukan badal haji, ketika seseorang memiliki fisik yang tidak memungkinkan untuk melakukan rangkaian ibadah haji, maka diperbolehkan untuk melakukan badal haji.

Badal haji memang diperuntukan untuk seorang muslim yang tidak memiliki fisik memungkinkan untuk berangkat haji, seperti sakit sangat keras, lansia dan juga meninggal dunia.

Mampu secara finansial.

Salah satu syarat dari haji dan haji adalah mampu, entah itu mampu secara fisik maupun finansial. Begitu juga untuk badal haji, tidak boleh membadalkan seseorang yang tidak mampu secara finansial.

Jadi badal haji hanya diperuntukan untuk seseorang yang memang memiliki finansial yang cukup atau mampu namun fisik tidak memungkinkan untuk melakukan haji dengan sendirinya.

Baca juga: 5 Syarat Seseorang Dikatakan Mampu Untuk berhaji

Sakit

Selain orang yang sudah meninggal, boleh membadalkan haji bagi orang yang sedang sakit keras. Yang dimaksud sakit keras disini seseorang yang sudah divonis kemungkinan sembuh kecil. Orang tua yang sudah renta juga diperbolehkan untuk dibadalkan.

Wafat/meninggal dunia

Sudah umum untuk syarat yang satu ini. Diperbolehkan membadalkan haji untuk seseorang yang telah meninggal dunia. Seperti yang dijelaskan diatas, membadalkan merupakan salah bentuk bakti kita terhadap orang yang telah meninggalkan (ortu atau keluarga).

Orang yang membadalkan harus pernah haji

Tidak semua muslim bisa membadalkan haji seseorang. Syarat bagi orang yang membadalkan adalah pernah melakukan haji sebelumnya. Imam al-Mawardi dari kalangan mazhab Syafi’iah berpendapat tidak memperbolehkan membadalkan haji seseorang, sedangkan dirinya sendiri belum pernah melaksanakan haji, juga disusul beberapa ulama yang tidak memperbolehkan seperti, Ibnu Abbas, Imam al-Auza’i, Imam Ahmad, dan Imam Ishaq.

Baca juga: Apa Boleh, Orang Belum Pergi Haji Tapi Membadalkan Orang Lain

Diperbolehkan membadalkan lawan jenis

Diperbolehkan untuk membadalkan beda jenis kelamin, seperti muslim laki-laki membadalkan muslim perempuan dan muslim perempuan membadalkan muslim laki-laki.

Membadalkan satu orang dalam satu haji

Hanya diperbolehkan membadalkan satu orang dalam satu pelaksanaan ibadah haji. Jadi tidak boleh membadalkan lebih dari satu (dua ataupun tiga) dalam satu pelaksanaan haji. 
Jika jamaah memiliki rencana untuk pergi haji atau membadalkan seseorang seperti orang tua ataupun keluarga laina, pilihlah travel yang terpercaya dan memiliki track record yang sudah terjamin. Almira Travel hadir untuk muslim Indonesia sebagai travel haji dan haji terbaik, terpercaya, aman dan amanah. Travel kami telah lama melayani jamaah untuk menemani ibadah suci mereka.

Apa Boleh? Tidak Mencium atau Melambaikan Tangan ke Ka’bah Saat Tawaf

Apa Boleh? Tidak Mencium atau Melambaikan Tangan ke Ka’bah Saat Tawaf

Tawaf adalah mengelilingi ka’bah tujuh kali, dimulai dan diakhiri di Hajar aswad, serta memposisikan ka’bah di sebelah kiri saat bertawaf.

Dalam Tuntunan Manasik Haji Dan Umroh dari Kemenag menjelaskan bahwa ada lima jenis tawaf. Yang pertama ada tawaf rukun atau yang biasa disebut tawaf ifadah, tawaf ifadah adalah tawaf rukun haji dan juga disebut tawaf rukun umrah. 

Yang kedua Tawaf qudum atau tawaf penghormatan kepada Baitullah, yang biasanya dikerjakan ketika baru sampai tiba di kota Mekkah, hukum tawaf qudum adalah sunnah. Biasanya tawaf ini dikerjakan haji ifrad dan haji qiran.

Yang ketiga ada tawaf wada’ atau tawaf perpisahan, yakni tawaf yang dikerjakan ketika jamaah ingin meninggalkan kota Mekkah. Yang keempat tawaf nazar, wajib dikerjakan dan waktunya kapan saja. Dan yang terakhir tawaf sunnah.

Baca juga: Pengertian Tawaf Wada’ Dalam Umroh dan Haji

Salah satu sunnah ketika melakukan tawaf adalah menyentuh dan mencium hajar aswad.  Apabila tidak memungkinkan bisa diganti dengan isyarat berupa melambaikan tangan lalu menciumnya.

Istilam Hajar Aswad (Menyentuh Hajar Aswad)

Diriwayat dari Jabir radliyallahu anh, Rasulullah bercerita:

  طَافَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالْبَيْتِ فِي حَجَّةِ الْوَدَاعِ عَلَى رَاحِلَتِهِ يَسْتَلِمُ الْحَجَرَ بِمِحْجَنِهِ لِأَنْ يَرَاهُ النَّاسُ وَلِيُشْرِفَ وَلِيَسْأَلُوهُ فَإِنَّ النَّاسَ غَشُوهُ 

Artinya: “Pada waktu haji wada’ Rasulullah ﷺ thawaf di Baitullah dengan menaiki hewan tunggangannya. Beliau istilam terhadap hajar aswad dengan tongkat beliau agar semua manusia melihat dan menyaksikan serta bisa menanyakan sesuatu kepada beliau, sebab pada saat itu orang-orang sedang mengerumuni beliau.” (HR Muslim)

Dalam hadits diatas menyebutkan bahwa Rasulullah pernah melakukan istilam terhadap Hajar Aswad ketika tawaf. Istilam merupakan menyentuh hajar aswad menggunakan tangan agar mendapatkan berkah dari Allah SWT. 

Hukum dari istilam sendiri adalah sunnah untuk laki-laki, sedangkan untuk perempuan disunnahkan untuk melakukan istilam ke Hajar Aswad ketika keadaan ka’bah sepi. 

Sunnah (muakkad) Melakukan istilam ke Hajar Aswad ditekankan lagi pada saat putaran ganjil dalam tawaf, apabila tidak memungkinkan dapat dilakukan ketika awal memulai tawaf.

Baca juga: Apa Itu Tawaf Qudum ? Berikut Penjelasanya

Selain menyentuh Hajar Aswad, ada beberapa sunnah yang lain seperti:

  • Menyentuh Hajar Aswad pada awal melakukan Tawaf
  • Mencium Hajar Aswad
  • Menempelkan jidat ke Hajar Aswad
  • Jika tidak memungkinkan mencium langsung bisa menyentuh Hajar aswad dengan tangan lalu tangan tersebut dicium lagi (oleh dirinya sendiri).
  • Dirasa tidak memungkinkan untuk menyentuh bisa mengganti dengan isyarat, dengan melambaikan tangan lalu mencium tangan.
  • Apabila menyentuh menggunakan tangan tidak memungkinkan, bisa menggunakan tongkat lau ujung lainya di cium juga.

Bukan hanya istilam terhadap Hajar Aswad saja yang di sunnahkan, namun melakukan istilam terhadap rukun Yamani (sudut ka’bah dari barat daya) juga disunnahkan. Namun yang menjadi perbedaan adalah disunnahkan untuk menyentuh Hajar Aswad dan juga disunnahkan untuk mencium serta menempelkan jidat di Hajar Aswad. Sedangkan pada rukun yamani hanya disunnahkan untuk menyentuhnya tidak disunnahkan untuk mencium sudutnya, serta disunnahkan untuk mencium tangan setelah menyentuh rukun yamani.

Apa Boleh? Tidak Mencium atau Melambaikan Tangan ke Ka’bah Saat Tawaf 

Bisa dapat diambil kesimpulan dari tulisan diatas, menyentuh dan mencium hajar aswad serta menyentuh rukun yamani dihukumi sunnah. Apabila tidak memungkinkan bisa diganti dengan isyarat berupa melambaikan tangan lalu menciumnya (Hajar Aswad maupun Rukun Yamani) itu juga dihukumi sunnah. Jadi ketika seseorang sengaja dan tidak sengaja meninggalkan istilam maka tawafnya hukumnya sah.

Baca juga: Bacaan Ketika Tawaf Mengelilingi Ka’bah, Berikut Doanya

Untuk para jamaah ada yang perlu diperhatikan dalam menyentuh ka’bah dan juga Hajar Aswad ketika melakukan tawaf, bangunan luar ka’bah rutin diberikan parfum oleh petugas Masjidil Haram, salah satu larangan ketika ihram adalah menggunakan parfum, jika ketika bertawaf dalam waktu ihram dan melakukan istilam justru haram karena sengaja menyentuh parfum. Tapi berbeda ketika menyentuh ketika tawaf di luar ihram (tawaf sunnah).

Apa Boleh, Orang Belum Pergi Haji Tapi Membadalkan Orang Lain ?

Apa Boleh, Orang Belum Pergi Haji Tapi Membadalkan Orang Lain ?

Haji, perjalanan suci yang dilakukan oleh umat Islam ke Mekah, merupakan momen yang penuh makna dan kebahagiaan. Setiap tahunnya, jutaan orang dari berbagai penjuru dunia memadati kota suci tersebut untuk menunaikan ibadah yang diwajibkan oleh Allah. Haji memiliki banyak keutamaan, seperti hadis berikut ini:

أَبِى هُرَيْرَةَ رَضِىَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- الْعُمْرَةُ إِلَى الْعُمْرَةِ كَفَّارَاتٌ لِمَا بَيْنَهُمَا، وَالْحَجُّ الْمَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلاَّ الْجَنَّةُ 

Artinya, “Dari sahabat Abu Hurairah ra, dari Nabi Muhammad saw, ia bersabda, ‘Umrah ke umrah merupakan kafarat (dosa) diantara keduanya. Sedangkan haji mabrur tiada balasan baginya kecuali surga,’” (HR Malik, Bukhari, Muslim, At-Tirmidzi, An-Nasai, Ibnu Majah, Al-Asbihani).

Baca juga: 5 Keistimewaan Hajar Aswad, Batu Mulia Dari Surga

Salah satu dari syarat haji adalah mampu (istitha’ah), tidak semua orang bisa masuk dalam kategori mampu untuk berhaji. Syarat inilah yang menjadi pembeda dari ibadah lainya, kemampuan secara fisik maupun kemampuan secara finansial. Allah SWT telah berfirman dalam Al-Quran surat Ali Imran ayat 97: 

  وَلِلهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا  

“Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang mampu mengadakan perjalanan ke Baitullah,” (QS Ali Imran 97).

Dalam memahami mampu dalam ayat diatas, para ulama’ membagi menjadi dua bagian, Pertama mampu mengerjakan haji dengan dirinya sendiri, Kedua mampu mengerjakan haji digantikan orang lain disebut badal haji.

Badal haji adalah ketika seseorang mengerjakan ibadah haji atas nama orang lain yang telah meninggal dunia ataupun uzur. Biasanya badal haji sering kali dilakukan oleh keluarga atau kerabat dekat yang ingin mendoakan orang yang telah meninggal dengan mengerjakan ibadah haji sebagai pengganti.

Badal haji umumnya dilakukan ketika seseorang tidak dapat mengerjakan haji secara langsung karena alasan keterbatasan fisik, kesehatan, atau keterbatasan lainnya. Sehingga orang tersebut meminta orang lain yang sehat dan mampu untuk mewakilinya dalam mengerjakan haji.

Pada dasarnya badal haji merupakan bentuk bakti seseorang kepada orang yang telah meninggal (entah orang tua ataupun keluarga) sebagai amal jariyah untuk orang yang telah meninggal. Meskipun badal haji umumnya dilakukan atas nama orang yang telah meninggal, ada juga beberapa pendapat yang memperbolehkan badal haji atas nama orang yang masih hidup, seperti orang yang sedang sakit atau tidak mampu secara fisik untuk mengerjakan haji.

Baca juga: Paket Umroh Murah

Ibadah haji secara langsung masih dianggap lebih utama daripada melakukan badal haji. Oleh karena itu, jika seseorang memiliki kemampuan untuk melaksanakan haji sendiri, disarankan untuk melakukannya secara langsung.

Badal haji untuk orang yang sudah meninggal

Membahas tentang hukum membadalkan haji seseorang, sedangkan dirinya sendiri belum pernah melaksanakan haji, ulama masih memperselisihkan dalam hukumnya. Imam al-Mawardi dari kalangan mazhab Syafi’iah berpendapat tidak memperbolehkan, juga disusul beberapa ulama yang tidak memperbolehkan seperti, Ibnu Abbas, Imam al-Auza’i, Imam Ahmad, dan Imam Ishaq.

Sedangkan menurut pendapat Imam Abu Hanifah dan Imam Malik memperbolehkan seseorang membadalkan haji, sedangkan dirinya sendiri belum pernah melaksanakan haji. Menurut at-Tsauri, jika masih memungkinkan (masih mampu) untuk pergi haji untuk dirinya sendiri, maka tidak boleh membadalkan haji orang lain, namun jika tidak memungkinkan maka diperbolehkan.

Sumber: https://islam.nu.or.id/syariah/belum-pernah-haji-tapi-membadalkan-orang-lain-bolehkah-u5c6K

Ciri-ciri Haji Mabrur ala Rasulullah

Ciri-ciri Haji Mabrur ala Rasulullah

Haji Mabrur merupakan salah satu tujuan setiap Muslim yang menunaikan ibadah haji. Istilah “mabrur” mengacu pada haji yang diterima dan diterima dengan baik oleh Allah. Ibadah haji yang mabrur merupakan hasil dari keikhlasan, ketaatan, dan kesempurnaan dalam menjalankan setiap rukun dan manasik haji.

Baca juga: Wajib!! Perlengkapan Umroh Wanita yang Tidak Boleh Tertinggal

Haji mabrur adalah haji yang diterima dan diridhoi oleh Allah. Ibadah haji yang dilakukan dengan kesadaran penuh, keikhlasan tulus, dan ketaatan yang sempurna terhadap perintah-perintah Allah dan Sunnah Rasulullah.

Haji mabrur dilakukan dengan niat yang murni dan ikhlas semata-mata karena Allah. Setiap tindakan dalam ibadah haji dilakukan tanpa pamrih atau pencarian pujian dari manusia. Haji mabrur melibatkan ketaatan yang sempurna terhadap aturan-aturan haji yang telah ditetapkan. Setiap rukun, manasik, dan tata cara haji dijalankan dengan penuh tawaduk dan kesadaran akan kebesaran Allah.

Membutuhkan sikap rendah hati dan mengakui kelemahan diri di hadapan Allah. Haji bukanlah ajang untuk memamerkan kekayaan atau status sosial, tetapi untuk menghadap Allah dengan kerendahan hati sebagai hamba yang butuh ampunan dan petunjuk. Haji mabrur mendorong seseorang untuk merenungkan dan memperbaiki diri secara pribadi. Setelah menunaikan haji, seseorang diharapkan menjadi pribadi yang lebih taat, sabar, dan bertakwa.

Ciri-ciri Haji Mabrur Menurut Rasulullah

Penilaian terhadap apakah haji seseorang dikategorikan sebagai haji mabrur sepenuhnya ada pada Allah SWT. Hanya Dia yang tahu hati dan niat sejati seseorang dalam menjalankan ibadah haji. Oleh karena itu, penting bagi setiap muslim yang melaksanakan haji untuk berupaya menjalankan ibadah dengan sungguh-sungguh, ikhlas, dan mengikuti syariat islam dengan sebaik-baiknya.

Baca juga: Mengenal Mabit di Muzdalifah

Rasulullah SAW telah memberikan bocoran tentang ciri-ciri dan tanda seseorang yang mendapatkan haji mabrur.  Diriwayatkan oleh imam ahmad, Rasulullah bersabda:

   قالوا: يَا رَسُولَ اللهِ، مَا الْحَجُّ الْمَبْرُوْرُ؟ قال: “إِطْعَامُ الطَّعَامِ، وَإِفْشَاءُ السَّلَامِ 

Artinya, “Para sahabat berkata, ‘Wahai Rasulullah, apa itu haji mabrur?’ Rasulullah menjawab, ‘Memberikan makanan dan menebarkan kedamaian.’”

Haji mabrur diberikan kepada seseorang yang menebarkan kebaikan, kedamaian untuk orang orang sekitarnya. Selanjutnya ada juga hadits yang menerangkan tentang ciri-ciri haji yang mabrur.  

     سئل النبي ما بر الحج قال إطعام الطعام وطيب الكلام وقال صحيح الإسناد ولم يخرجاه 

Artinya, “Rasulullah SAW ditanya tentang haji mabrur. Rasulullah kemudian berkata, ‘Memberikan makanan dan santun dalam berkata.’ 

Hadits ini banyak perbedaan pendapat namun Al-Hakim berkata bahwa hadits ini sahih sanadnya tetapi tidak diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim.

Diatas merupakan hadits Nabi tentang bocoran dari haji mabrur yang menjadi impian setiap Muslim yang menunaikan ibadah haji. Untuk meraihnya, diperlukan keikhlasan, ketaatan, dan kesempurnaan dalam menjalankan setiap rukun dan manasik haji. 

Haji mabrur bukan hanya tentang ibadah fisik semata, tetapi juga harus ada perbaikan diri yang berkelanjutan. Dengan mempersiapkan diri dengan baik, mengamalkan ajaran Islam dengan sepenuh hati, dan melaksanakan ibadah haji dengan penuh keikhlasan, setiap Muslim dapat berharap meraih haji mabrur yang diridhai oleh Allah.

Jika jamaah memiliki rencana untuk pergi haji, pilihlah travel yang terpercaya dan memiliki track record yang sudah terjamin. Almira Travel hadir untuk muslim Indonesia sebagai travel umroh dan haji terbaik, terpercaya, aman dan amanah. Travel kami telah lama melayani jamaah untuk menemani ibadah suci mereka.

Sumber: https://islam.nu.or.id/syariah/tiga-ciri-haji-mabrur-menurut-rasulullah-tVHtC

Mengenal Mabit di Muzdalifah

Mengenal Mabit di Muzdalifah

Mabit di Muzdalifah adalah salah satu rangkaian ibadah haji yang dilakukan oleh jamaah haji saat berada di Muzdalifah, sedangkan Muzdalifah merupakan sebuah wilayah yang terletak antara Arafah dan Mina. 

Mabit di Muzdalifah terjadi setelah melaksanakan wukuf di Arafah, saat langit malam mulai menggelayuti bumi, dan jamaah haji menjejakkan kaki di tanah yang penuh berkah ini. Di sini, mereka diberi kesempatan untuk mengendapkan kelelahan fisik dan menghampiri keberkahan rohani.

Baca juga: Selesai, Ibadah Haji Ditutup Dengan Ritual Cukur Rambut

Pengertian Mabit di Muzdalifah

Kata mabit berasal dari kata “baata” seperti dalam susunan kalimat “fii makaani baata” yang memiliki arti bermalam. Sedangkan kata “ Al-mabit memilki arti tempat menetap atau bermalam (menginap di malam hari).

Mabit adalah kegiatan menginap di Muzdalifah dimulai dari tengah malam hari setelah hari Arafah, tepatnya pada tanggal 10 Dzulhijjah dalam kalender Islam hingga terbitnya fajar. Boleh dikerjakan sebentar namun dikerjakan setelah tengah malam.

Biasanya jamaah pada saat ketika mabit di Muzdalifah melakukan sholat magrib dan shalat isya’ yang di jamak takhir serta Istirahat. Selain itu selama mabit di Muzdalifah, jamaah haji melakukan beberapa kegiatan ibadah yang dianjurkan membaca talbiyah, dzikir, istighfar, berdoa atau membaca al-Qur’an.

Hukum dari mabit di Muzdalifah adalah wajib, semua Imam Mazhab telah setuju dengan pendapat ini, kecuali seseorang yang sedang udzur. Jika jamaah tidak mengerjakan mabit maka wajib membayar dam berupa satu ekor kambing, jika tidak bisa maka diganti dengan membayar fidyah atau berpuasa selama 10 hari dengan rincian 3 hari pada masa haji dan 7 hari di kampung halaman.

Baca Juga: Bedanya Haji Plus dan Haji furoda

Kewajiban mabit di muzdalifah berdasarkan firman Allah SWT:

لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ اَنْ تَبْتَغُوْا فَضْلًا مِّنْ رَّبِّكُمْ ۗ فَاِذَآ اَفَضْتُمْ مِّنْ عَرَفَاتٍ فَاذْكُرُوا اللّٰهَ عِنْدَ الْمَشْعَرِ الْحَرَامِ ۖ وَاذْكُرُوْهُ كَمَا هَدٰىكُمْ ۚ وَاِنْ كُنْتُمْ مِّنْ قَبْلِهٖ لَمِنَ الضَّاۤلِّيْنَ 

Artinya: “Bukanlah suatu dosa bagimu mencari karunia dari Tuhanmu. Maka apabila kamu bertolak dari Arafah, berdzikirlah kepada Allah di Masy’arilharam. Dan berdzikirlah kepada-Nya sebagaimana Dia telah memberi petunjuk kepadamu, sekalipun sebelumnya kamu benar-benar termasuk orang yang tidak tahu.” (QS. Al-Baqarah Ayat 198).

Salah satu tugas yang dilakukan di Muzdalifah adalah mengumpulkan kerikil yang akan digunakan untuk melempar Jumrah. Kerikil ini biasanya dikumpulkan untuk digunakan di Mina pada hari-hari berikutnya.

Setelah selesai mabit di Muzdalifah, jamaah haji melanjutkan perjalanan ke Mina pada tanggal 10 Dzulhijjah untuk melaksanakan serangkaian ibadah haji, termasuk melempar Jumrah, mencukur atau memotong rambut, dan berbagai kegiatan lainnya yang menjadi bagian dari ibadah haji.

Selesai, Ibadah Haji Ditutup Dengan Ritual Cukur Rambut

Selesai, Ibadah Haji Ditutup Dengan Ritual Cukur Rambut

Ibadah Haji Ditutup Dengan Ritual – Tahallul adalah salah satu ritual penting yang dilakukan setelah menyelesaikan semua rangkaian ibadah haji atau umrah. Istilah “tahallul” berasal dari bahasa Arab yang berarti “menjadi boleh” atau “menjadi halal”. Ritual ini bentuk pembebasan dari semua larangan ihram yang telah dipatuhi selama ini.

Dengan melakukan ritual Tahallul maka prosesi ibadah haji yang dikerjakan juga akan berakhir, karena tahallul menjadi rukun yang terakhir dari prosesi ibadah haji yang wajib dikerjakan.

Baca juga: Berikut Rukun Haji yang Wajib Dikerjakan

Tahallul merupakan simbolisasi dari pembebasan diri dari keadaan ihram, yang merupakan status khusus yang diambil saat memasuki tanah suci. Saat berada dalam keadaan ihram, jamaah Muslim harus mematuhi serangkaian aturan dan larangan, seperti tidak mencukur atau memotong rambut, tidak memakai wewangian, dan membatasi perilaku tertentu. 

Tahallul menandai akhir dari keterbatasan dan kembali ke kehidupan normal. Dasar tahallul berada pada ayat: 

لَقَدْ صَدَقَ اللّٰهُ رَسُوْلَهُ الرُّءْيَا بِالْحَقِّ ۚ لَتَدْخُلُنَّ الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ اِنْ شَاۤءَ اللّٰهُ اٰمِنِيْنَۙ مُحَلِّقِيْنَ رُءُوْسَكُمْ وَمُقَصِّرِيْنَۙ لَا تَخَافُوْنَ ۗفَعَلِمَ مَا لَمْ تَعْلَمُوْا فَجَعَلَ مِنْ دُوْنِ ذٰلِكَ فَتْحًا قَرِيْبًا

Artinya: “Sungguh, Allah akan membuktikan kepada Rasul-Nya tentang kebenaran mimpinya bahwa kamu pasti akan memasuki Masjidilharam, jika Allah menghendaki dalam keadaan aman, dengan menggundul rambut kepala dan memendekkannya, sedang kamu tidak merasa takut. Maka Allah mengetahui apa yang tidak kamu ketahui dan selain itu Dia telah memberikan kemenangan yang dekat.” (QS Surat Al-Fath ayat 27).

Baca juga: Bedanya Haji Plus dan Haji furoda

Macam-macam Tahallul

Larangan ihram yang harus dipatuhi akan menjadi halal setelah melaksanakan tahallul. Tahallul yang artiya penghalalan suatu pekerjaan yang awalnya dilarang menjadi halal. 

Tahallul terbagi menjadi 2, tahallul ashghar (kecil) dan tahallul akbar (besar).

  • Tahallul ashghar atau kecil bila jamaah telah melaksanakan dua perkara dari tiga perkara yaitu, mencukur rambut paling sedikit 3 helai, melempar jumrah aqabah dan tawaf ifadhah. Jika telah melaksanakan tahallul ashghar jamaah diperbolehkan melakukan sebagian hal-hal yang dilarang seperti menggunakan parfum atau wangi-wangian, memakai pakain berjahit dan lainya kecuali melakukan hubungan suami istri.
  • Selanjutnya Tahallul akbar atau besar, bila jamaah telah melaksanakan tahallul akbar maka diperbolehkan mengerjakan semua yang larangan haji.

Tahallul merupakan ritual penutup yang dalam ibadah haji. Melalui pemotongan rambut, para jamaah haji menyatakan pembebasan diri dari kewajiban ihram. Ritual tahallul juga menjadi momen bersejarah di mana para jamaah haji merayakan keberhasilan mereka dalam menunaikan salah satu kewajiban agama yang paling mulia. Dengan tahallul, ibadah haji secara resmi berakhir, tetapi kesan dan pengalaman spiritual yang didapat akan tetap melekat dalam hati para jamaah haji sepanjang hidup mereka.
Jika anda ingin konsultasi mengenai haji bisa langsung hubungi kami di kolom contact yang tersedia diatas. Almira Travel dari PT Almira Berkah Abadi hadir untuk muslim Indonesia sebagai travel umroh dan haji terbaik, terpercaya, aman dan amanah. Yang sudah berpengalaman memberangkatkan jamaah haji plus dan memberikan kenyamanan ibadah yang terbaik.Travel kami telah lama melayani jamaah untuk menemani ibadah suci mereka.

Bedanya Haji Plus dan Haji furoda

Bedanya Haji Plus dan Haji furoda

Haji merupakan salah satu ibadah yang menjadi rukun islam wajib dipenuhi. Setiap tahunnya, jutaan umat Muslim dari seluruh dunia berbondong-bondong menuju Tanah Suci Mekah untuk menjalankan ibadah haji. 

Dalam rangka memenuhi kebutuhan berbeda-beda dari jamaah haji, ada beberapa jenis haji yang tersedia, di antaranya adalah Haji Plus dan Haji Furoda. Meskipun tujuannya sama, yaitu menunaikan ibadah haji, terdapat perbedaan signifikan antara keduanya. Berikut ini adalah penjelasan tentang perbedaan antara Haji Plus dan Haji Furoda:

Bedanya Haji Plus dan Haji furoda
Bedanya Haji Plus dan Haji furoda

Baca juga: Tahukan Anda, Bulan-Bulan Haji Dimulai Pada Bulan Apa?

1# Haji Furoda

Haji Furodah adalah pelaksanaan haji yang istimewa, langsung di undangan oleh kerajaan Arab Saudi. Pelaksanaan haji ini tidak perlu menunggu antrean haji seperti haji reguler, karena haji ini menggunakan visa mujamalah yang dikeluarkan oleh kedutaan.

Yang diatur khusus oleh UU No.8 Tahun 2019, yang mengelolah visa mujamalah ini kemenag langsung. Dikarenakan jenis haji ini di peruntukan kepada para tamu kehormatan, sebagai penghargaan atau lainya.

Jenis haji ini tidak menunggu antrian lagi, pemberangkatan bisa dilakukan ketika telah menerima visa dari kerajaan Arab Saudi. Proses pelaksanaan haji furodah harus melakukan PIHK (Penyelenggara Ibadah Haji Khusus) dan biro travel haji umroh yang telah terdaftar di Kemenag RI

Meskipun tidak langsung dikelola pemerintan, namun pemerintah ikut andil dalam memonitoring pelaksanaan haji. Proses nantinya akan sepenuhnya menjadi tanggung jawab dari PIHK (Penyelenggara Ibadah Haji Khusus) dan biro travel haji umroh yang telah terdaftar di Kemenag RI, bukan lagi tanggung jawab dari pemerintah.

Baca juga: Enaknya Umroh Bersama Pasangan yang Halal

2# Haji Plus

Haji plus merupakan haji yang proses tunggunya lebih cepat dari pada reguler, sekitar 5-9 tahun waktu tunggu. Paket haji ini langsung diatur oleh pemerintah melalui kemenag, namun kuota dari haji plus ini tidak sebanyak haji reguler. 

Untuk pengelolaanya paket haji ini diberikan kepada PIHK (Penyelenggara Ibadah Haji Khusus). Jadi pihak travel lebih bebas untuk memberikan pelayanan yang terbaik dan berkualitas untuk para calon jamaah haji plus. Meskipun tidak bisa langsung berangkat seperti haji furoda, tapi jadwal berangkat haji plus tidak akan menunggu lama seperti haji reguler. Calon jamaah haji yang telah mendaftar akan mendapatkan nomor haji dari kemenag

Meskipun tergolong mahal dalam biaya, namun kualitas yang akan diterima oleh jamaah ketika disana sangat berbeda dengan haji reguler, mulai dari hotel, makan dan transportasi. Proses pemberangkatan dari haji plus ini biasanya ketika jamaah haji reguler telah berangkat semua.

Perbedaan antara Haji Plus dan Haji Furoda

Setiap jenis haji, baik Haji Plus maupun Haji Furoda, memiliki keunikan masing-masing. Bagi mereka yang memiliki kemampuan dan kesempatan, yang paling jelas adalah harga dari masing masing paket. Haji plus memiliki harga yang pastinya agak sedikit mahal dari pada haji reguler, tapi fasilitas yang akan diberikan pastinya akan berbeda dengan haji reguler.

Sama halnya haji furoda yang memiliki harga yang cukup tinggi, karena melihat visa mujamalah langsung diberikan dari kerajaan Arab Saudi, dan fasilitas ketika ibadah haji akan berbeda.
Jika anda ingin konsultasi mengenai haji plus dan furodah bisa langsung hubungi kami di kolom contact yang tersedia diatas. Almira Travel dari PT Almira Berkah Abadi hadir untuk muslim Indonesia sebagai travel umroh dan haji terbaik, terpercaya, aman dan amanah. Yang sudah berpengalaman memberangkatkan jamaah haji plus dan memberikan kenyamanan ibadah yang terbaik.Travel kami telah lama melayani jamaah untuk menemani ibadah suci mereka. ***

Tahukan Anda, Bulan-Bulan Haji Dimulai Pada Bulan Apa?

Tahukan Anda, Bulan-Bulan Haji Dimulai Pada Bulan Apa?

Bulan-Bulan Haji Dimulai Pada Bulan Apa – Waktu haji merupakan periode yang dijadikan umat Muslim sebagai kesempatan untuk melaksanakan ibadah haji, salah satu rukun Islam yang wajib bagi mereka yang mampu melakukannya.

Waktu haji dikaitkan dengan keberkahan yang besar. Selain itu, waktu haji juga menjadi momen kesatuan dan kebersamaan umat Muslim dari berbagai negara, suku, dan latar belakang yang berkumpul di Tanah Suci Mekkah Al Mukarromah, dalam satu tujuan yang sama, yaitu beribadah kepada Allah SWT. Semangat kebersamaan dan persaudaraan yang terjalin selama waktu haji menjadi bukti nyata dari kekuatan Islam yang mempersatukan umat.

Baca juga: Enaknya Umroh Bersama Pasangan yang Halal

Sebelum memasuki waktu haji, para calon jamaah haji perlu melakukan persiapan yang matang. Hal ini meliputi persiapan fisik, mental, dan spiritual. 

  • Fisik, dalam arti menjaga kesehatan dan kebugaran tubuh agar mampu menghadapi perjalanan yang menantang. 
  • Mental, dengan menguatkan tekad dan kesiapan untuk menjalani ibadah yang penuh kesabaran dan pengorbanan. 
  • Spiritual, dengan memperdalam pemahaman tentang ibadah haji, memperbanyak ibadah, dan memohon kepada Allah SWT agar diberikan kemudahan dan keberkahan dalam menjalankan haji.

Bulan-Bulan Haji Dimulai Pada Bulan Syawal dan Diakhiri Bulan Dzulhijjah

Ibadah haji memiliki waktu yang telah ditentukan. Pelaksanaannya haji dimulai dari bulan Syawal, Dzulqa’dah dan diakhiri pada Dzulhijjah. Selama periode ini, para jamaah haji akan melaksanakan serangkaian ritual yang meliputi tawaf di Ka’bah, sa’i antara bukit Safa dan Marwah, wukuf di Padang Arafah, melontar jumrah, serta berbagai ibadah lainnya.

Maka ketika jamaah haji melakukan ihram sebelum atau diluar dari bulan Syawal dan Dzulhijjah maka hajinya tidak dikategorikan sah, namun berubah menjadi umroh.

Baca juga: Bulan yang Paling Utama untuk Melaksanakan Umrah

Jika dilihat dari waktu disetiap rukun haji seperti berikut ini:

  • Ihram: dapat dikerjakan dari bulan Syawal hingga terbitnya fajar pada tanggal 10 Dzulhijja.
  • Wukuf: Wukuf di Arafah adalah rangkaian ibadah haji yang wajib dilakukan pada waktu zuhur tanggal 9 Dzulhijjah sampai subuh tanggal 10 Dzulhijjah, selain itu bisa dikerjakan dari siang hingga setelah magrib atau malam hari atau sampai menjelang subuh.
  • Tawaf:Tawaf adalah mengelilingi ka’bah tujuh kali, dimulai dan diakhiri di Hajar aswad, serta memposisikan ka’bah di sebelah kiri saat bertawaf. Waktu tawaf dimulai dari tengah malam 10 Dzulhijjah dan tidak ada batas akhirnya, namun diutamakan pada hari raya idul adha hingga tergelincirnya matahari.
  • Sa’i: Berjalan tujuh kali antara bukit Shafa dan bukit Marwah yang disebut Sa’i, waktu untuk mengerjakanya setelah melakukan tawaf qudum atau ifadhah dan tidak memiliki batas waktu.
  • Tahallul: Tahallul adalah mencukur rambut,waktu untuk mengerjakanya setelah melakukan tawaf qudum atau ifadhah dan tidak memiliki batas waktu.

Waktu haji merupakan periode yang dijadikan bagi umat Muslim untuk melaksanakan ibadah haji dengan khusyuk dan tulus ikhlas. Memahami ibadah haji, menghargainya, dan menjalankan ibadah dengan sungguh-sungguh, kita dapat meraih manfaat spiritual dan pengalaman yang mendalam dalam memperkuat iman, mendekatkan diri kepada Allah SWT, serta meningkatkan persatuan dan persaudaraan umat Muslim di seluruh dunia.
Jika anda ingin konsultasi mengenai haji bisa langsung hubungi kami di kolom contact yang tersedia diatas. Almira Travel dari PT Almira Berkah Abadi hadir untuk muslim Indonesia sebagai travel umroh dan haji terbaik, terpercaya, aman dan amanah. Yang sudah berpengalaman memberangkatkan jamaah haji plus dan memberikan kenyamanan ibadah yang terbaik.Travel kami telah lama melayani jamaah untuk menemani ibadah suci mereka.

Bukit Shafa dan Marwah, Sejarah Sa’i dalam Haji

Bukit Shafa dan Marwah, Sejarah Sa’i dalam Haji

Setiap tahun, jutaan umat Muslim datang dari seluruh dunia untuk menjalankan ibadah haji dan umrah, serta melaksanakan Sa’i di antara dua bukit ini sebagai salah satu rukun dari haji dan umrah. Ini adalah momen spiritual yang sangat penting bagi umat Islam, merenungkan kisah Nabi Ibrahim AS, Siti Hajar, dan Ismail AS, dan mengambil pelajaran tentang kesabaran, kepercayaan, dan keteguhan dalam menghadapi ujian hidup.

Bukit Shafa dan Marwah, Sejarah Sa’i dalam Haji

Bukit Shafa dan Marwah adalah dua bukit yang terletak di sekitar Masjidil Haram di Makkah, Arab Saudi. Kedua bukit ini memiliki nilai sejarah yang sangat penting dalam tradisi dan sejarah Islam, terutama terkait dengan ibadah haji dan umrah.

Bukit Shafa dan Marwah dikaitkan dengan kisah Nabi Ibrahim AS dan istrinya Siti Hajar, beserta putra mereka Nabi Ismail AS. Kisah ini berkaitan dengan peristiwa penting dalam Islam yang dikenal sebagai Sa’i.

Baca Juga: Syarat Badal Umroh yang Wajib Terpenuhi

Dalam kisah ini, Nabi Ibrahim diperintahkan oleh Allah untuk meninggalkan istrinya Siti Hajar, dan putranya Nabi Ismail AS, di sebuah lembah yang tandus di Makkah, tanpa persediaan air atau makanan. Setelah beberapa waktu, persediaan air yang mereka bawa habis, dan Siti Hajar merasa putranya yang kecil sangat haus. Dalam keputusasaan Siti Hajar mulai berlari-lari antara dua bukit, Bukit Shafa dan Marwah mencari air atau bantuan.

Saat ia kembali ke Nabi Ismail, Siti Hajar melihat mata air yang di bawah kaki bayi Ismail. Terus mata air tersebut diberi nama Zamzam. Mata air ini menjadi sumber air yang melimpah bagi Hajar dan Ismail, serta bagi orang-orang yang kemudian tinggal di sekitar Makkah hingga saat ini. 

Sa’i Diantara Bukit Shafa dan Marwah

Sa’i menjadi salah satu rukun penting dalam ibadah haji dan umrah, jika ditinggalkan maka haji dan umroh akan tidak sah. Setiap orang yang melakukan haji atau umrah diharuskan untuk melakukan tujuh kali perjalanan bolak-balik antara Bukit Shafa dan Marwah.

Sa’i adalah rukun dalam ibadah haji dan umrah dengan berjalan tujuh kali bolak-balik antara dua bukit, yaitu Bukit Shafa dan Marwah, dimulai dari shafa dan berakhir di marwah.

Baca juga: 3 Amalan yang Pahalanya Setara Dengan Haji, Sholat Berjamaah Salah Satunya

Syarat Sa’i

  • Didahului dengan thawaf;
  • Dimulai dari bukit shafa dan berakhir di bukit Marwah;
  • Menyempurnakan tujuh kali perjalanan dari bukit Shafa ke bukit Marwah dan sebaliknya dihitung satu kali perjalanan;
  • Dilaksanakan di tempat Sa’i. 

Dengan melaksanakan Sa’i, jamaah haji dan umrah diingatkan akan nilai-nilai dalam Islam, seperti kesabaran, keberanian, dan keikhlasan. Ritual ini juga mempererat ikatan antara sejarah, tradisi, dan keyakinan umat Islam.

Jika jamaah memiliki rencana untuk pergi umroh, pilihlah travel yang terpercaya dan memiliki track record yang sudah terjamin. Almira Travel hadir untuk muslim Indonesia sebagai travel umroh dan haji terbaik, terpercaya, aman dan amanah. Travel kami telah lama melayani jamaah untuk menemani ibadah suci mereka.